Rabu, 30 November 2011

Warga Palembang Cemas Lewat Jembatan Ampera

Tribun Jambi - Senin, 28 November 2011 12:40 WIB
jembatan-ampera.jpg
net
Jembatan Ampera di Palembang, Sumatera Selatan.
TRIBUNJAMBI.COM, PALEMBANG - Peristiwa runtuhnya Jembatan di Sungai Mahakam menimbulkan dampak psikologis bagi warga di daerah lain. 

Warga Palembang, yang memiliki jembatan cukup panjang, yaitu Jembatan Ampera yang dikenal sebagai ikonnya Kota Palembang, juga turut cemas.  

Sebagian kalangan warga mengakui mulai khawatir, dengan kondisi jembatan hasil rampasan perang zaman penjajahan Jepang yang dibangun pada tahun 1962.

Dari pengamatan secara kasat mata, Minggu (27/11/20111), kondisi Jembatan Ampera memang terlihat kokoh dan kuat. Lempengan besi yang menjadi penahan jalanan raya dan dua pilar jembatan, tak tampak sedikit pun yang terlihat keropos atau pun berkarat dan retak. Seluruh besi yang menjadi penahan atau sebagai penumpang jembatan, terlihat di cat dengan rapi. 

Begitu juga dengan baut-baut besar seukuran kepalan tangan anak kecil yang terpasang di bawah jembatan, tak terlihat kendor atau pun hilang dari tempat semestinya.

Tapi kondisi terakhir jembatan yang dulunya bernama Jembatan Bung Karno, tetap saja mengkhawatirkan sebagian warga terutama warga dan pengendara yang sering melintasi jembatan. Seperti yang diakui Dewi (28), warga Plaju yang bekerja sebagai karyawati swasta di kawasan Palembang Ilir. 

Menurutnya, ketika melintasi jembatan dengan mengendarai sepeda motor, dirinya merasa cemas dan takut. Terutama pada waktu kondisi hujan turun yang deras dan ditambah gemuruh petir.

“Beberapa waktu lalu, Jembatan Ampera ini pernah terjadi kebakaran yang hampir setengah jembatan ikut terbakar. Dari dulu sampai sekarang, setahu saya jembatan cuma dicat saja dan tidak pernah diperbaiki. Jadi kami sebagai warga yang melintasi jembatan merasa khawatir dan cemas,” ujar Dewi.

Sama halnya diungkapkan Ferdian (23), mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di kawasan Plaju. Ambruknya Jembatan Kukar di Kaltim, tentunya berdampak juga bagi para pelintas Jembatan Ampera. Dikarenakan Jembatan Kukar usianya belum sampai puluhan tahun tapi bisa roboh. 

Warga terutama pengendara, pasti merasa khawatir dan cemas jika melintas Jembatan Ampera. Semua orang tahu, Jembatan Ampera salah satu jembatan tua di Indonesia yang sudah berumur puluhan tahun.

“Yang dicemaskan ketika arus lalulintas macet, pada waktu itu kendaraan menumpuk di atas jembatan sehingga bisa timbul rasa khawatir akan kondisi jembatan,” ujarnya.

Jembatan Musi Dua Bergoyang
Jembatan Musi Dua yang membelah Sungai Musi, berada di Kecamatan Gandus di seberang ilir dan Kecamatan Kertapati di seberang ulu. Jembatan ini menjadi sorotan usai jatuhnya runtuhnya Jembatan Tenggarong di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (26/11/2011).

Pantauan Grup Tribun, Minggu (27/11/2011), siang, arus kendaraan yang menyeberang cukup ramai. Berbagai kendaraan dari sepeda motor, mobil pribadi serta mobil bertonase besar, melewati jembatan ini.

Boleh dibilang, Jembatan Musi Dua merupakan jembatan satu-satunya yang diperuntukkan untuk penyeberangan kendaraan bertonase besar. Sehingga tak salah, dibutuhkan jembatan yang kokoh dan kuat untuk menahan kendaraan dan muatannya hingga ribuan ton.

Namun, Jembatan Musi Dua saat ini, terlihat ringkih dengan beberapa bagian vital yang tidak terawat. Seperti di bagian pangkal jembatan di Kecamatan Gandus, ada 12 baut diduga hilang pada salah satu tiang.

Selain itu, pembatas jembatan yang terbuat dari pipa besi, banyak yang terlepas di sebelah kiri dan kanan jembatan. Padahal, pembatas jembatan tersebut untuk mencegah kendaraan ataupun orang agar tidak terjatuh ke bawah.

Ada keunikan di Jembatan Musi Dua, yakni goyangannya pada pangkal jembatan, baik di seberang ilir dan seberang ulu. Goyangan ini tidak terasa bila melintas dengan kendaraan. Namun akan terasa jika berjalan kaki di kanan kiri median jalan.

“Iya, benar itu, di pangkal jembatan memang bergoyang, apalagi waktu mobil yang lewat, sangat terasa. Lebih terasa lagi, kalau truk dan fuso yang lewat,” ujar Ardian (16), warga Keramasan Kertapati, yang sering melintas berjalan kaki di jembatan tersebut.

Ia mengaku, hampir setiap hari ia melewati jembatan tersebut untuk pergi sekolah pada salah satu SMA di Kecamatan Gandus. Sehingga, ia paham benar dan harus berhenti berjalan jika melintas kendaraan besar.

Goyangannya cukup kuat, terasa seperti naik di atas perahu, bergoyang ke kiri dan kanan, serta naik turun seperti per. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar